Sabtu, 13 Agustus 2016 0 komentar
SAKSI MATA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI  HUKUM

Fakhrisya Zalili Sailan

Saksi mata dalam perspektif hukum memiliki fungsi yang sangat vital dalam pengungkapan kejahatan dan pelanggaran dalam pengadilan, bahkan tidak perlu diragukan bahwa saksi mata banyak mempengaruhi dalam putusan hakim di pengadilan, baik itu perkara pidana maupun perkara perdata. Dalam perkara pidana saksi mata merupakan alat bukti yang paling kuat, berbeda dalam perkara perdata yang lebih menekankan pada bukti surat baik itu akta maupun surat- surat lain yang bukan akta. Saksi mata termasuk kajian psikologi hukum dalam pshcology in law.

Pengkajian terhadap keakuratan kebenaran saksi mata merupakan kajian yang menarik dan penting untuk mencegah adanya kesalahan penjatuhan hukuman terhadap tersangka, dan selain itu untuk tujuan yang lebih filosofis saksi mata merupakan salah satu alat untuk menegakkan keadilan sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri, keadilan harus dipahami secara kolektif yaitu keadilan bagi tergugat maupun penggugat, tersangka maupun korban dalam acara peradilan. Pentingnya saksi mata mempengaruhi putusan pengadilan juga berbenturan dengan memori manusia yang sangat terbatas, yang olehnya physcology in law berupaya mengumpulkan kembali ingatan seorang pengamat dengan membandingkan dengan kondisi internal dan eksternal saksi mata tersebut dalam hal untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Di Negara- negara common law menganut adversary system, yaitu masing- masing pihak yang berperkara dalam pengadilan membuktikan sendiri sesuatu yang diyakini benar bagi masing- masing mereka, yang kemudian dalam hal pengungkapan kebenaran itu berimplikasi pada dikenalnya dua macam pembuktian, yaitu pembuktian langsung dan circumstantial. Pembuktian langsung artinya menghadirkan fakta langsung di depan pengadilan, sedangkan circumstantial perolehan fakta dari membaca kebenaran yang tidak lain adalah keteranagn saksi mata (Mc Gindy dan Waye- 1994). Kemudian keterangan saksi mata dalam hal keakuratannya adalah merupakan suatu keharusan kesaksian itu langsung dilakukan di depan pengadilan (Magner 1995) dan pemeriksaan saksi mata langsung di depan pengadilan ini juga di terapkan dalam sistem peradilan di Indonesia. Semakin berkembangnya mesin pengungkap kebenaran dan dianggap sebagai mesin yang paling mumpuni merupakan pemeriksaan silang yang pertama kali di kemukakan oleh Doyle. Pemeriksaan silang maksudnya  lawyer pihak 1 dapat memeriksa saksi mata yang di ajukan oleh pihak ke dua.

Dalam hal pengingatan perlu dipahami sistem bagaimana suatu pengamatan indera masuk ke dalam memori yang darinya kita dapat memperoleh ingatan yang masuk. Ingatan masuk ke dalam memori di awali dengan perhatian, perhatian di timbulkan terhadap hal yang tidak biasanya terjadi dalam rutinitas kehidupan, tahap ini merupakan aktivitas ingatan tahap yang paling rendah, dari perhatian tersebut akan timbul persepsi yaitu pandangan tentang apa yang diamatinya itu, dalam hal ini tidak boleh di kesampingkan faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi, seperti cultural, harapan- harapan, emosi, dan pengetahuan khusus si pengamat. Dari adanya pengamatan dan persepsi ini, sesuatu yang tampak dalam pengamatan indera akan disimpan dalam memori jangka pendek dan dari memori jangka pendek akan tersimpan dalam memori jangka panjang, yang darinya akan diambil (menarik kembali ingatan tersebut). Perlu digarisbawahi dalam memori jangka pendek, fakta ilmiah membuktikan bahwa pengamatan yang tersimpan akan bergeser, berganti atau bahkan hilang, apabila dalam jangka waktu 20 detik terdapat tujuh butir pengamatan secara bersamaan, maka apa yang sampai pada ingatan jangka panjang sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hal penarikan kembali ingatan itu perlu dipahami juga adanya penyakit psikologi yang kadang kala menimpa saksi mata seperti amnesia, hypermnasia, dan paramnesia. Dalam beberapa riset laboratorium terhadap hal- hal yang memicu adanya ingatan terdapat kesamaan seperti kejahatan, pencurian, pemerkosaan yang semuanya merupakan bidang hukum, dan perlu digarisbawahi bahwa yang terlibat jauh lebih banyak tau dari yang mengamati.

Dari beberapa ilmuwan yang tertarik meneliti tentang bagaimana cara yang tepat untuk menarik kembali ingatan yang pernah ada, terdiri dari : 1) Pengamatan slide (Menampilkan wajah ke depan orang yang pernah mengamati cirri- cirri wajah yang hamper sesuai dengan wajah yang di tampilkan dalam slide) ; 2) Menampilkan peristiwa (Menampilkan kembali peristiwa yang pernah di alami saksi mata, dalam hal ini ternyata menemukan tentang kekurang akuratan pengamatan utamanya terkait dengan fakta adanya suatu kejadian yang terjadi secara bersama- sema, yang semuanya dapat menarik perhatian si pengamat); 3. Kajian lapangan, Meskipun kelihatan menarik dan memiliki potensi besar dalam pengungkapan ke akuratan hal ini sangat sulit di lakukan, apakha mungkin setiap orang di suruh melakukan kegiatan rutinitas tanpa adanya skematisasi sebelumnya); 4) Kajian arsip, Melihat arsip latar belakang penjelasan saksi mata pada polisi, dengan begini kita mampu mengetahui dalam hal apa setiap orang memperoleh keadaan ingatan yang sama rata, tetapi pengelolaan data hanya sebatas kajian di belakang layar, padahal terdapat hal- hal yang tidak terdapat dalam data tetapi ada dalam realitasnya; 5) Kajian individual, Merupakan suatu riset yang lebih di kembangkan dalam riset data yang kemudian diteruskan dengan pemeriksaan langsung pada saksi- saksi yang datanya diperoleh langsung dari polisi.

Dari kelima riset di atas meskipun satu sama lainnya memiliki kelemahan, akan tetapi merupakan dasar pijakan dalam penemuan penjajakan untuk menemukan keakuratan kesaksian, riset di atas tidak bisa dipahami saling bertentangan satu sama lainnya, tetapi saling melengkapi satu sama lainnya hingga tercipta adanya variable- variable yang tepat untuk keakuratan kesaksian saksi mata.

Ingatan yang ada dalam memori manusia banyak ditentukan oleh berbagai faktor, menurut Clifur dan Holin, faktor yang mempengaruhi itu dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor yaitu : sosial(sikap kompromi, streotipe, prasangka, integrator), situasional (kerumitan peristiwa, durasi peristiwa, pencahayaan,penundaan waktu, tipe kejahatan, individual, umur, gaya hidup, jenis kelamin. Ras), interogasional (sketsa seniman, sistem computer, rangkaian identifikasi, wajah tersangka, photofit). Variable dalam kajian tentang saksi mata dapat dikelompokkan menurut kategori; 1) Peristiwa (Frekuensi, waktu, durasi. Pencahayaan, tipe peristiwa, senjata); 2) Kesaksian (Letih, ketergugahan fisiologis, kevemasan kronis, neurotisisme, ekstroversi, revleksi impulsivitas, kebutuhan akan persetujuan/aviliasi, tipe pagi- malam, pemantauan diri, ketergantungan lapangan, nafas mengkategorisasi, peninggian- penajaman, suasana hati, alcohol, usia, jenis kelamin, skema, daya tarik fisik, apakah juga merupakan korban kejahatan, kepercayaan, apakah saksi merupakan petugas polisi, kesaksian bersama); 3) Pelanggar; 4) Jenis kelamin, ukuran tubuh, tinggi, etnis, cara berjalan, 5) Interogasional (Interval retensi, tipe ingatan, usaha yang dibuat untuk mengingat, pertanyaan terkemuka, terapi memproleh kembali ingatan, wawancara kognitif)

Untuk mengetahui ke akuratan kesaksian seseorang maka beberapa hal yang disebutkan di bawah ini sangat perlu diperhatikan Karen banyak mempengaruhi terhadap[ keakuratan kesaksian, yaitu : 1) Frekuensi, yang dimaksud dengan frekuensi di sini adala seberapa sering orang yang melakukan tindak kejahatan berada pada tempat kejadian, pada umumnya suatu kejahatan terjadi sbelumnya telah dilakukan survey sebelum melakukan aksinya. Dan seorang saksi mata pasti akan memperhatikan frekuensi keberadaan seseorang yang sebelum melakukan kejahata, contoh seorang perempok bank yang sebelumnya melakukan survey pasti pernah ada dalam pengamatan teller bank itu sendiri; 2) Waktu, Keakuaratan waktu juga perlu diperhatikan karena hal ini menyangkut berapa lama setelah kejadian kemudian saksi mata memberikan kesaksian di depan pengadilan. Krena hal ini akan menggambarkan kejadian apa yang terjadi pada saksi mata dalam tenggang waktu anatara kejadian dan pemberian kesaksian; 3) Durasi, Berapa lama seorang saksi mata mengamati kejadian tersebut, durasi juga perlu mendapat pertimbangan yang memadai setelah di hubungkan dengan kondi- kondisi lain dalam mengamati; 4) Pencahayaan, telah disebutkan di atas durasi pengamatan tidak bisa di pahami secara terpisah dengan pencahayaan, meskipun durasi lama tetapi dalam keadaan minim pencahayaan bisa saja terdapat kesalahan; 5) Tipe kejahatan, Kejahatan yang terjadi dapat menimbulkan perhatian yang cukup besar hingga akhirnya dapat terismpan dalam jagka waktu panjang bagi seorang pengamat, karena dia bisa saja mengalami trauma yang kemudian menyebabkna dia terus mengingat kejadian yang di amatinya tersebut; 6) Senjata, Dalam berbagai Negara dalam undang- undang pidananya termasuk di Indonesia yang dimaksud dengan senjata yaitu alat apa yang digunakan dalam melakukan tindak kejahatan apakah dia senjata apai, senjata tajam, ataupun barang tumpul yang digunakan melakukan kejahatan. Perlu dipahami bahwa ketika seorang pelaku kejahatan menggunakan senjata dalam aksinya maka seorang korban atau saksi akan lebih banya memperhatikan senajat tersebut dari pada pelaku kejahatan, karena mengingat apa akibat apabila di gunakan senjata tersebut. Penggunaan senjata juga perlu di pahami dapat menjadi unsure pemberat dalam vonis hakim. 7) Traumatik, berdasarkan hasil penelitian uji coba laboratorium di dapat fakta yang justru menjelaskan keadaan sebaliknya dengan yang dipahami selama ini, pemahaman yang sebelumnya, traumatik dan dalam tingkatan yang lebih tinggi keadaan stress dapat mempengaruhi daya ingat seseorang akan tetapi dalam penelitian ditemukan fakta bahwa justru dalam keadaan trauma itu seseorang akan terus mengingat secara jelas apa yang telah dialaminya, sehingga mengalami trauma dan pada tahapannya yang lebih tinggi yaitu stress orang tersebut dipenuhi dengan ingatan yang telah di alaminya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Iyunk | TNB