Angin Segar Penegakan Hukum

Minggu, 22 Desember 2013 0 komentar


ANGIN SEGAR PENGEGAKAN HUKUM KITA
oleh
Fakhrisya Zalili Sailan S.H.

Korupsi merupakan masalah utama dari Negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia, website yang bernama Transparency baru-baru ini membuat info grafis tentang Negara-negara korup di Dunia, Indonesia berada di urutan 62 terkorup dihitung dari Somalia yang memiliki presentase tingkat korup tertinggi di dunia. Semenjak orde lama, orde baru hingga zaman reformasi, dan pasca reformasi penyakit kronis ini tidak jua berhenti menggerogoti tubuh Ibu Pertiwi. Penegagakan hukum yang sangat jauh dari aspek kepastian, kemanfaatan, dan keadilanyang juga  merupakan titik lemah yang menjadi sasaran utama virus mematikan ini.  Jika zaman orde baru penegakan hukum hanyalah awang-awang, maka zaman sekarang penegakan hukum hanyalah senjata tajam yang melukai bangsa sendiri, senjata itu berbentuk segitiga terbalik, tajam di bawah namun tumpul di atas. Atas nama kepastian hukum seorang pencuri buah, hukumannya di samakan dengan seorang Koruptor ratusan juta. 

Rakyat Indonesia sejak reformasi bergulir telah menabuh genderang perang melawan korupsi, menurut para ahli, paling tidak untuk memerangi korupsi dibutuhkan kontrol dan pengawasan yang berimbang antara satu lembaga Negara dengan lembaga Negara yang lain. Melaluai amandemen UUD dibuat lemabaga baru yaitu : MK, KY, dan DPD, dan oleh Presiden di buat Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbentuk ad hoc. Untuk sementara waktu, paling tidak antara tahun 2003 sejak berdririnya, MK merupakan andalan rakyat sebagai “The Guardian Of Constitution” sekaligus satu-satunya tempat untuk memperoleh keadilan, setelah lunturnya kepercayaan terhadap MA beserta Pengadilan yang ada di bawahnya, Namun rakyat tersentak, di penghujung tahun 2013 ini salah satu hakim “The Guardian of Constitution” terlibat kasus penyuapan yang tergolong besar, kepercayaan masyarakat terhadap MK akhirnya terjun bebas.

KPK sebagai lembaga yang juga pernah terkena isu tebang pilih hingga penyuapan serta kongkalikong dengan mafia kasus yang selalu di kaitkan dengan kepentingan politik mulai menata dirinya kembali dibawah pimpinan mantan advokat sekaligus aktivis anti korupsi dari daerah yang di pandang netral dari segala kepentingan, di bantu pimpinan lainnya yang juga memiliki kualitas. Bebrapa kasus korupsi yang sempat tertimbun kembali diangkat ke permukaan, beberapa kasus mulai menunjukkan perkembangan, sebut saja kasus Proyek Hambanlang dengan adanya penetapan tersangka baru, kasus besar sepertiSimulator SIM yang melibatkan jendral dari kepolisian hinggan yang paling panas adalah rentetan kasus penyuapan di MK yang melibatkan dinasti politik di Banten.
Namun KPK hanya bertugas mengantarkan tersangka ke dapan pengadilan, pada ujungnya “bola panas” ini ada di tangan para hakim yang melakukan penemuan hukum sampai kepada penetapan sanksi. Dari beberapa kasus upaya KPK dan harapan masyarakat kembali terpental setelah para hakim menetapkan sanksi yang cukup ringan. Pada kasus korupsi sendiri hingga tahun 2012 akhir setidaknya hanya ada tiga kasus korupsi yang dipidana dengan hukuman di atas 10 tahun penjara. Parade hukum ini berbarengan dalam beberapa tindak pidana ringan seperti seorang nenek atau pencuri sandal yang sanksi pidananya disamakan dengan kasus korupsi.

"ANGIN SEGAR DARI MAHKAMAH AGUNG DAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA"

Jakarta dengan segala kekumuhunnya, berhamburan para pemegang kekuasaan yang bertangan-tangan kotor, agak sulit menemukan keadilan di tanah yang penuh dengan bau busuk dan sampah ini. Namun angin segar berhembus ketika putusan  MA terhadap terpidana kasus Hambalang dan Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta yang menerpakn sanksi yang terbilang baru yang merupakan suatu terobosan dalam kasus pemberntasan korupsi sekaligus menimbulkan kembali harapan rakyat akan keadilan bagi para jutaan fakir miskin seluruh Indoensia yang jatah mereka di pangkas habis oleh para koruptor-koruptor digantikan dengan deretan mobil mewah dan rumah untuk kepentingan pribadi. 

Dalam penemuan hukum pada peristiwa konkret di dsarkan pada asas kepastian, kemanfaatan,dan keadilan, untuk mencapai tujuan hukum yaitu kesejahteraan, namun dalam satu kasus konkret asas-asas ini mustahil untuk dipenuhi semuanya, hanya ada satu asasa yang mesti kedepankan, dalam teori hukum hal ini disebut dengan antinomi hukum, disinlah tugas hakim untuk melakuakn “rech finding” yang sesuai dengan kepantasan untuk menyokong penegakan hukum. Fungsi hukum sebagai “social engineering” yaitu sebagai pengatur kehidupan social, hukum adalah alat perubahan sosial, namun adakalanya hukum ini tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat, dalam kondisi inilah hakim diharapkan menyingkap tabir penghalang yaitu kalimat-kalimat dalam seperangkat aturan yang seakan-akan kelihatan rigid, terbilang jarang hakim mengesampingkan asas kepastian hukum dan mengedepankan asas yang lainnya yaitu asas kemanfaatan dan asas keadilan padahal kewenangan itu diberikan secara utuh kepada Hakim sebagai wakil Tuhan di Dunia.

Setelah sekian lama kita kehilangan sosok penegak hukum yang berani dan cerdas semisal Baharuddin Lopa yang berani menerobos asas-asas legalitas dengan melakukan pendekatan dengan penafsiran baru untuk peristiwa konkret ke-kinian, harapan itu lahir kembali dari Mahkamah Agung di bawah pimpinan Hakim Artidjo Alkotsar yang menerapkan tambahan hukuman kepada Angelina Sondakh disertai dengan denda yang cukup tinggi dan Putusan Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta, dalam memutus Banding Irjen Djoko Susilo dalam kasus alat simulator SIM di bawah pimpinan majelis banding Roki penjaitan. Khusus pada kasus yang terkahir putusan terlihat sangat fenomenal disamping pidana penjara 18 tahun denda 32 Milyar dan pencabutan Hak Politik. Adanya upaya untuk memiskinkan koruptor yang juga sebelumnya diterapkan kepada Angie diikuti dengan pencabutan hak politik hasil dari penafsiran Pasal 10 jo Pasal 35 KUHP yang diharapkan mampu menimbulkan “efek jera” sebagai tujuan utama dari penerapan sanksi. Walaupun jika dbandingkan dengan Negara-negara lain yang juga giat memberantas korupsi seperti China misalnya yang sudah menerapkan Hukuman Gantung bagi pejabat-pejabat yang sudah keterlaluan melakukan Korupsi, namun putusan ini dapat menghidupkan kembalai Filsafat sistem keadilan retributif seperti yang tertuang di dalam TAM MPR No.XI Tahun 1998, putusan ini juga dapat dijadikan benchmark (tolak ukur) pada tindak pidan Korupsi lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Iyunk | TNB