ANGIN
SEGAR PENGEGAKAN HUKUM KITA
oleh
Fakhrisya Zalili Sailan S.H.
Korupsi merupakan
masalah utama dari Negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia, website yang bernama Transparency baru-baru ini membuat info
grafis tentang Negara-negara korup di Dunia, Indonesia berada di urutan 62 terkorup
dihitung dari Somalia yang memiliki presentase tingkat korup tertinggi di
dunia. Semenjak orde lama, orde baru hingga zaman reformasi, dan pasca
reformasi penyakit kronis ini tidak jua berhenti menggerogoti tubuh Ibu
Pertiwi. Penegagakan hukum yang sangat jauh dari aspek kepastian, kemanfaatan,
dan keadilanyang juga merupakan titik
lemah yang menjadi sasaran utama virus mematikan ini. Jika zaman orde baru penegakan hukum hanyalah
awang-awang, maka zaman sekarang penegakan hukum hanyalah senjata tajam yang
melukai bangsa sendiri, senjata itu berbentuk segitiga terbalik, tajam di bawah
namun tumpul di atas. Atas nama kepastian hukum seorang pencuri buah,
hukumannya di samakan dengan seorang Koruptor ratusan juta.

KPK sebagai lembaga
yang juga pernah terkena isu tebang pilih hingga penyuapan serta kongkalikong
dengan mafia kasus yang selalu di kaitkan dengan kepentingan politik mulai menata
dirinya kembali dibawah pimpinan mantan advokat sekaligus aktivis anti korupsi
dari daerah yang di pandang netral dari segala kepentingan, di bantu pimpinan
lainnya yang juga memiliki kualitas. Bebrapa kasus korupsi yang sempat
tertimbun kembali diangkat ke permukaan, beberapa kasus mulai menunjukkan
perkembangan, sebut saja kasus Proyek Hambanlang dengan adanya penetapan
tersangka baru, kasus besar sepertiSimulator SIM yang melibatkan jendral dari
kepolisian hinggan yang paling panas adalah rentetan kasus penyuapan di MK yang
melibatkan dinasti politik di Banten.
Namun KPK hanya
bertugas mengantarkan tersangka ke dapan pengadilan, pada ujungnya “bola panas”
ini ada di tangan para hakim yang melakukan penemuan hukum sampai kepada
penetapan sanksi. Dari beberapa kasus upaya KPK dan harapan masyarakat kembali
terpental setelah para hakim menetapkan sanksi yang cukup ringan. Pada kasus
korupsi sendiri hingga tahun 2012 akhir setidaknya hanya ada tiga kasus korupsi
yang dipidana dengan hukuman di atas 10 tahun penjara. Parade hukum ini
berbarengan dalam beberapa tindak pidana ringan seperti seorang nenek atau
pencuri sandal yang sanksi pidananya disamakan dengan kasus korupsi.
"ANGIN SEGAR DARI MAHKAMAH AGUNG DAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA"
Jakarta dengan segala
kekumuhunnya, berhamburan para pemegang kekuasaan yang bertangan-tangan kotor,
agak sulit menemukan keadilan di tanah yang penuh dengan bau busuk dan sampah
ini. Namun angin segar berhembus ketika putusan
MA terhadap terpidana kasus Hambalang dan Pengadilan Tinggi Negeri
Jakarta yang menerpakn sanksi yang terbilang baru yang merupakan suatu
terobosan dalam kasus pemberntasan korupsi sekaligus menimbulkan kembali
harapan rakyat akan keadilan bagi para jutaan fakir miskin seluruh Indoensia yang
jatah mereka di pangkas habis oleh para koruptor-koruptor digantikan dengan
deretan mobil mewah dan rumah untuk kepentingan pribadi.
Dalam penemuan hukum
pada peristiwa konkret di dsarkan pada asas kepastian, kemanfaatan,dan
keadilan, untuk mencapai tujuan hukum yaitu kesejahteraan, namun dalam satu
kasus konkret asas-asas ini mustahil untuk dipenuhi semuanya, hanya ada satu
asasa yang mesti kedepankan, dalam teori hukum hal ini disebut dengan antinomi hukum, disinlah tugas hakim
untuk melakuakn “rech finding” yang
sesuai dengan kepantasan untuk menyokong penegakan hukum. Fungsi hukum sebagai “social engineering” yaitu sebagai pengatur
kehidupan social, hukum adalah alat perubahan sosial, namun adakalanya hukum
ini tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat, dalam kondisi inilah
hakim diharapkan menyingkap tabir penghalang yaitu kalimat-kalimat dalam
seperangkat aturan yang seakan-akan kelihatan rigid, terbilang jarang hakim
mengesampingkan asas kepastian hukum dan mengedepankan asas yang lainnya yaitu
asas kemanfaatan dan asas keadilan padahal kewenangan itu diberikan secara utuh
kepada Hakim sebagai wakil Tuhan di Dunia.
Setelah sekian lama
kita kehilangan sosok penegak hukum yang berani dan cerdas semisal Baharuddin
Lopa yang berani menerobos asas-asas legalitas dengan melakukan pendekatan
dengan penafsiran baru untuk peristiwa konkret ke-kinian, harapan itu lahir
kembali dari Mahkamah Agung di bawah pimpinan Hakim Artidjo Alkotsar yang
menerapkan tambahan hukuman kepada Angelina Sondakh disertai dengan denda yang
cukup tinggi dan Putusan Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta, dalam memutus
Banding Irjen Djoko Susilo dalam kasus alat simulator SIM di bawah pimpinan
majelis banding Roki penjaitan. Khusus pada kasus yang terkahir putusan
terlihat sangat fenomenal disamping pidana penjara 18 tahun denda 32 Milyar dan
pencabutan Hak Politik. Adanya upaya untuk memiskinkan koruptor yang juga
sebelumnya diterapkan kepada Angie diikuti dengan pencabutan hak politik hasil
dari penafsiran Pasal 10 jo Pasal 35 KUHP yang diharapkan mampu menimbulkan “efek jera” sebagai tujuan utama dari
penerapan sanksi. Walaupun jika
dbandingkan dengan Negara-negara lain yang juga giat memberantas korupsi
seperti China misalnya yang sudah menerapkan Hukuman Gantung bagi pejabat-pejabat
yang sudah keterlaluan melakukan Korupsi, namun putusan ini dapat menghidupkan
kembalai Filsafat sistem keadilan retributif seperti yang tertuang di dalam TAM
MPR No.XI Tahun 1998, putusan ini juga dapat dijadikan benchmark (tolak ukur) pada
tindak pidan Korupsi lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar